Moga kerja amalku bukan sebuah pelarian semata tapi ujud taubatan nasuhaku, dari sebuah imbas kala kutemukan diriku disuatu sembilan Dzulhijjah, diantara lekatnya debu & teriknya sang Mentari, serta derai derai airmata , kala kutengadahkan wajah dan tanganku kelangit.
Diantara kerumunan dan himpitan jamaah, diantara desah doa doa lirih penuh rintih kami peminta ampun dan hampura atas dosa dan khilaf, aku dan kami yang dhaif, di Arofah sana.
Mabit di Mudhalifah lanjut ke Mina tuk berjumrah sebagai muara dan akhir dari urutan ritual haji. Hingga predikat paket haji paripurna
Kami harus kembali ke masjidil Haram, lagi kami berada dijejalan dan kerumunan, hanyut dan terdorong oleh arus jamaah tuk mengitari sirkulasi kubus hitam, pada tawaf ifadhah.
Derap langkah dan dentuman doa membahana, sesekali kami pandang kubus hitam penuh mesra. Kami terus mengitari , ikuti sirkulasi hingga disudut rukun Yamani, kami lari lari kecil, lalu kami berdoa ‘ Robbana athina fi dunnya khasanah wa fiil akhirati khasanah waa qina ‘azaban naar.
Tujuh kali kami itari..terbetik hasyrat tuk mengusap dan mengecup hajar aswad disudut kubus hitam, Kabah. Lalu tangispun tumpah meruah didepan pintu Mu’tazam…. tak terkendali, lepas atas rasa sesal, khilaf, lupa dan alpa kami, lalu ampunan kami mohonkan.
Siraman & tegukan zam zam yang kureguk moga membilas dan ada bias hingga kisi kisi hati kian lunak dan rawan membening dan menjernihkan relung hati terdalam, hingga aku tak mampu lagi bersembunyi dari pemiliknya
Moga kiprah kecil ini bisa mementaskanku ke titian, membasuh dan membilas debu dan karat yang melekat disekujur tubuh dan qalbuku.
Moga gerak & detak jantung dan hati kami tercatat dan menjadi shafaat. Hentak & ‘langkah kakiku bersama saudaraku lainnya untuk sebuah keperluan hingga terpenuhi, hingga Allah akan mengokohkan kaki kami pada hari dimana semua tergelincir’
Ya Allah curahkan dan limpahkan rakhmatMU padaku,
pada kami yang nyaris tak ada daya.
Terimalah ampunan maaf kami.